Jumat, 06 Desember 2019

RANGKUMAN SISTEM INFORMASI PERENCANAAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENGOPERASIAN SISTEM PESAWAT UDARA TANPA AWAK DI RUANG UDARA YANG DILAYANI INDONESIA

Anggota :
- Ghendika Rai Ayari (10070318040)
- Suci Dewi Rachmawati (10070318071)
- Natasya Safira (10070318074)
RANGKUMAN SISTEM INFORMASI PERENCANAAN
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENGOPERASIAN SISTEM PESAWAT UDARA TANPA AWAK DI RUANG UDARA YANG DILAYANI INDONESIA
Bahwa berdasarkan Pasal 308 UU No. 1 Tahun 2009 tentang penerbangan, Menteri bertanggung jawab terhadap keselamatan penerbangan nasional. Dalam rangka peningkatan keselamatan penerbangan terhadap kemungkinan bahaya (hazard) yang ditimbulkan karena pengoperasian pesawat udara tanpa awak, perlu diatur ketentuan pengoperasian sistem pesawat udara tanpa awak di ruang udara yang dilayani Indonesia. Dalam Permen Nomor 180 Tahun 2015 ini memuat 4 pasal yang berisi:
1. Pasal 1 Memberlakukan ketentuan-ketentuan pengendalian pengoperasian sistem pesawat udara tanpa awak di ruang udara yang dilayani Indonesia sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
2. Pasal 2 Direktur Jenderal Perhubungan Udara melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan ini.
3. Pasal 3 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 90 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Pesawat Udara Tanpa Awak di Ruang Udara Yang Dilayani Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
4. Pasal 4 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Peraturan ini mengatur mengenai batasan ruang udara, perizinan dan persyaratan bagi pengoperasian sistem pesawat udara tanpa awak di ruang udara yang dilayani Indonesia. Pesawat udara tanpa awak adalah sebuah mesin terbang yang berfungsi dengan kendali jarak jauh oleh penerbang (pilot) atau mampu mengendalikan dirinya sendiri dengan menggunakan hukum aerodinamika. Sistem pesawat udara tanpa awak digunakan oleh seseorang, sekelompok orang (komunitas hobi), organisasi, instansi swasta atau instasi pemerintah. Sebuah sistem pesawat udara tanpa awak tidak boleh dioperasikan pada kawasan sebagai berikut :
1. Kawasan udara terlarang [prohibited area) adalah ruang udara tertentu di atas daratan dan/atau perairan, dengan pembatasan yang bersifat permanen dan menyeluruh bagi semua pesawat udara
2. Kawasan udara terbatas (restricted area) adalah ruang udara tertentu di atas daratan dan / atau perairan dengan pembatasan bersifat tidak tetap dan hanya dapat digunakan untuk operasi penerbangan negara dan pada waktu tidak digunakan (tidak aktif), kawasan ini dapat dipergunakan untuk penerbangan sipil
3. Kawasan keselamatan operasi penerbangan adalah wilayah daratan dan/atau perairan serta ruang udara di sekitar Bandar udara yang digunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.

PM 47 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 180 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENGOPERASIAN SISTEM PESAWAT UDARA TANPA AWAK DI RUANG UDARA YANG DILAYANI INDONESIA
Dalam rangka pelaksanaan di lapangan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 180 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak Di Ruang Udara Yang Dilayani Indonesia, perlu disempurnakan dengan mengatur ketentuan mengenai penyainpaian dokumen asuransi kerugian dalam permohonan izm dan ketentuan mengenai sanksi terhadap kelalaian dan/ atau penyimpangan terhadap ketentuan pengoperasian pesawat udara tanpa awak. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 180 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak Di Ruang Udara yang Dilayani Indonesia
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Lampiran 1 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 180 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak Di Ruang Udara yang Dilayani Indonesia, diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Lampiran I Sub Bagian 3.11 huruf k diubah, sehingga Sub Bagian 3.11 menjadi berbunyi sebagai berikut:
Permohonan izin menyampaikan dokumen:
a. Nama dan kontak operator
b. Spesifikasi teknis airbone system
c. Spesifikasi teknis ground system
d. Maksud dan tujuan pengoperasian
e. Rencana penerbangan
f. Prosedur pengoperasian
g. Prosedur emergency
h. Kompetensi dan pengalaman pilot
i. Surat rekomendasi dari institusi berwenang
j. Kepentingan pemotretan dan perfilman melampirkan surat izin dari institusi
k. Dokumen asuransi kerugian

2. Ketentuan Lampiran I Bagian 5 diubah, sehingga Bagian 5 menjadi berbunyi sebagai berikut:
Pengoperasian pesawat udara tanpa awak dengan kondisi:
a. Tidak memiliki izin
b. Beroperasi tidak sesuai izin
c. Perubahan prioritas jadwal penggunaan ruang udara di waktu yang bersamaan dengan izin pengoperasian drone
Dipaksa untuk keluar dari ruang udara atau menjatuhkan pesawat udara tanpa awak di area yang aman.
Tindakan tegas dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. kepentingan keselamatan pengguna (user) kawasan/ ruang udara;
 b. perlindungan terhadap bangunan dan manusia yang berada di bawah kawasan serta ruang udara yang digunakan pesawat udara tanpa awak dimaksud.
Pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud:
a. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, pemberi sanksi bagi sistem pesawat udara tanpa awak yang dioperasikan pada: 1) Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP); 2) controlled airspace; dan 3) uncontrolled airspace pada ketinggian lebih dari 500 ft (150 m) Above Ground Level (AGL). b. Tentara Nasional Indonesia, pemberi sanksi bagi sistem pesawat udara tanpa awak yang dioperasikan pada:
1) Kawasan udara terlarang (prohibited area);
2) Kawasan udara terbatas (restricted area).
Operator pesawat udara tanpa awak yang mengoperasikan pesawat udara tanpa awak sebagaimana dimaksud pada Sub Bagian 5.1 huruf b dikenakan sanksi administratif berupa:
1) peringatan;
2) pembekuan izin;
3) pencabutan izin;
4) denda administratif.
Pengenaan sanksi administratif berupa denda administratif sebagaimana dimaksud pada Sub Bagian 5.4 angka 4 termasuk kategori denda menengah dengan cakupan 1001 sampai dengan 3000 Penalty Unit (PU).

Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Kamis, 16 Mei 2019

METODE TRILATERASI

DEFINISI TRILATERASI

Trilaterasi itu sendiri adalah proses mencari koordinat sebuah titik berdasarkan jarak titik tersebut ke minimal 3 buah koordinat yang sudah diketahui. misalkan kita ingin mengetahui koordinat titik B, dan koordinat dari titik P1, P2 dan P3 sudah diketahui. dengan mengukur r1 (jarak antara B dengan P1), maka koordinat B pasti terletak pada keliling lingkaran dengan jari-jari r1. lalu dengan mengukur r2 (jarak antara B dengan P2), maka koordinat titik pasti terletak di A atau di B, yang merupakan perpotongan antara kedua lingkaran. ketika diukur jarak r3 (jarak antara B dengan P3), kita sudah mendapatkan sebuah titik B, yang merupakan perpotongan antara ketiga buah lingkaran.
Metode trilaterasi ini yaitu serangkaian segitiga yang seluruh jarakjaraknya diukur di lapangan. Trilaterasi digunakan apabila daerah yang diukur ukuran salah satunya lebih besar daripada ukuran lainnya, maka dibuat rangkaian segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur adalah semua sisi segitiga. Pada jaringan segitiga akan selalu diperoleh suatu titik pusat. Pada titik pusat tersebut terdapat beberapa buah sudut yang jumlahnya sama dengan 360 derajat.

Pada metode trilaterasi semua sisi dari segitiga harus diukur jaraknya untuk mendapatkan posisi horizontal dari suatu titik
Cosβ_1=  (d_12^2-d_A1^2-d_A2^2)/(2d_A1 d_A2 )



Cosβ_2=  (d_A1^2-d_12^2-d_A2^2)/(2d_12 d_A2 )


Cosβ_3=  (d_A2^2-d_A1^2-d_12^2)/(2d_A1 d_12 )



BATIMETRI

DEFINISI BATIMETRI

 Istilah batimetri berasal dari bahasa Yunani yaitu Bathy- yang berarti kedalaman dan -metry yang berarti ilmu ukur, sehingga batimetri didefinisikan sebagai pengukuran dan pemetaan dari topografi dasar laut. Batimetri dilakukan pula untuk mengetahui kondisi di bawah air dan kaitannya dengan fenomena-fenomena hidrografi lainnya seperti arus, endapan, lumpur ataupun perencanaan  serta fenomena laut yang aspek kajiannya sedikit berbeda dengan oseanografi. Atas dasar itu, pengukuran batimetri penting dilakukan.


ALAT PENGUKURAN PASUT
1. Rambu ukur
2. Senter
3. Theodolite

ALAT  - ALAT SURVEY BATIMETRI
1. Ecosounder
2. Bench mark
3. Perahu/Kapal laut
4. Kompas
5. Kabel Download
6. Tongkat Transducer
7. Barcheck
8.Pelampung



PENGAMATANPASANG SURUT
Metode pelaksanaan pasang surut pada survey batimetri ini menggunakan rambu pasang surut/palem. Interval waktu untuk pengamatan pasang surut ini terbagi menjadi interval waktu pengamatan setiap 15 menit.


Adapun tahapan pengamatan pasang surut adalah sebagai berikut
1.Letakan rambu pasang surut pada lokasi dimana pada saat surut rambu masih terkena air dan saat pasang rambu tidak tenggelam ( masih terlihat)
2.Rambu di ikat dengan menggunakan karet ban  (Tali karet) dan lem agar kokor dan berada dalam keadaan stabil.
3.Selama pengamatan berlangsung rambu harus diamati. Catat waktu dan kedudukan muka air laut pada rambu dengan interval 15 menit.



Pemetaan Dalam Bidang Tambang


Jenis Peta Yang Digunakan Dalam Bidang Tambang
Peta yang berhubungan dengan dunia pertambangan yaitu peta geologi, peta topografi, peta singkapan batuan, peta kesampaian daerah, dll. Peta juga sangat berguna bagi orang Eksplorasi, karena dengan menggunakan peta eksplorer dapat mengetahui keberadaan dan juga mengetahui informasi sebaran batuan pada daerah yang sedang dilakukan eksplorasi.
Peran Peta Pada Bidang Pertambangan
1. Perencanaan eksplorasi
2. Perencanaan usaha pertambangan
3. Perencanaan Tata Ruang atau Spatial Planning dan Pengembangan Wilayah


Peran Perpetaan Dalam Dunia Pertambangan
Pemetaan dalam pertambangan adalah sebuah proses pembuatan peta berdasarkan olahan data pertambangan hasil pengukuran dari lapangan
1. Tahap Eksplorasi
2. Tahap Eksploitasi

Manfaat Peta dalam Dunia Pertambangan

Peta dalam dunia pertambangan berperan penting dalam Eksplorasi sebagai tahapan awal , manfaat dalam eksplorasi diantaranya:
1. Memberikan informasi mengenai daerah yang akan ditambang.
2. Menentukan arah sebaran bahan galian yang akan dicari.
3. Memberikan analisis suatu daerah untuk dapat menentukan besarnya cadangan bahan galian dan keberadaannya.

Kelompok 31 Meningkatkan Kemampuan Model CA-markov Terintegrasi Mensimulasikan Tren Pertumbuhan Perkotaan Spatio-temporal Menggu...